Sabtu, 08 April 2017

Sesi 6 Manajemen Desain Perpustakaan: Preservasi dan Manajemen Risiko Penaggulangan Bencana Alam pada Perpustakaan

Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tidak daapt di sangka-sangka sebelumya. Bencana alam bisa tiba-tiba terjadi yang tidak diketahui kapan bencana alam tersebut akan datang dan akhirnya mengakibatkan hancurnya bahan pustaka. Dalam menghadapi musibah yang akan terjadi, maka sangat diperlukan kesiagaan dari seluruh jajaran perputakaan untuk menghadapinya. Untuk bencana kebakaran perlu disediaakan alat pemadam kebakaran yang mudah dijangkau kapan saja. Ada 2 hal pokok yang perlu dibicarakan kembali terkait dengan penanganan pasca bencana alam, yakni preservasi dan manajemen risiko di perpustakaan.

 1. Preservasi
Pelestarian (preservation) tidak saja mencakup unsur pengelolaan tapi juga unsur keuangan, termasuk cara penyimpanan dan alat-alat bantunya, tenaga kerja yang diperlukan, kebijaksanaan, teknik dan metode yang diterapkan untuk melestarikan bahan-bahan pustaka serta informasi yang dikandungnya. Konsep Dureau dan Clement tersebut mengandung pengertian bahwa preservasi bahan pustaka menyangkut usaha yang bersifat preventif, kuratif dan juga mempermasalahkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelestarian bahan pustaka tersebut. Artinya, pustakawan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pencegahan kerusakan bahan pustaka akibat berbagai hal, termasuk bencana alam. Pustakawan perlu memahami faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pustaka, sehingga dapat memberikan perlakuan yang tepat dalam melakukan preservasi.

Adapun penjelasan lebih detail mengenai jenis bencana alam dan upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Banjir
Untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh banjir adalah sebagai berikut: a). Cari lokasi di dataran tinggi, hingga kecil kemungkinan air masu. b). Buatlah saluran air dengan tepat serta bersihkan setiap hari agar tidak tersumbat. c). Mengusahakan bahan pustaka agar lebih tahan lama, misal dengan laminating bahan tercetak, dsb. Apabila cara-cara di atas telah diusahakan, namun masih terjadi banjir. Gunung Meletus
Gunung meletus biasanya beriringan dengan bencana lain seperti gempa bumi, longsor, hujan abu, dll. Setidaknya bencana ini sudah memberikan tandatandanya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengamanan fisik bahan pustaka adalah: a).Penggunaan sistem keamanan ruang penyimpanan dengan adanya sistem akses, dll. b) Penggunaan bangunan kedap air atau ditempatkan pada ketinggian yang bebas banjir. c) Penggunaan struktur bangunan yang kuat dan tahan api. d) Penggunaan metode perlindungan (dispersal/ duplikasi dan
valuting). e) Pengamanan informasi (pengaturan akses, oleh siapa dan bagaimana). Penyelamatan dokumen, bahan pustaka dan arsip yang dikarenakan bencana alam gunung meletus yaitu: membentuk tim, memindahkan atau mengevakuasi ke tempat lain, melakukan penilaian kerusakan, pergantian shift, rotasi pekerjaan.
b.      Kebakaran
Kebakaran adalah suatu peristiwa terjadinya kebakaran yang sifatnya selalu merugikan dan sulit dikendalikan. Pustakawan harus memperhatikan faktor-faktor keamanan, termasuk di dalamnya tindakan dan langkah-langkah untuk menghadapi kerusakan yang disebabkan oleh adanya bencana alam. Persiapan dalam mencegah kebakaran: a) Kabel listrik harus diperiksa secara berkala. b) Bahan yang mudah terbakar seperti parnish dan bahan kimia yang mudah menguap dan harus diletakkan di luar. c) Merokok dilarang keras dalam ruangan, gudang atau ruangan pengepakan. d) Alarm seperti smoke director harus dipasang pada tempat strategis, fungsi alarm harus diperiksa secara berkala dan di test. e) Alat pemadam diletakkan pada tempat yang strategis dan mudah dijangkau.
c.       Tanah Longsor
Kerusakan bahan pustaka juga bisa terjadi akibat bencana tanah longsor. Hal ini kemungkinan dapat terjadi apabila lokasi penyimpanan bahan pustaka berada di derah yang rawan terkena bencana alam berupa tanah longsor. Gejala akan timbulnya tanah longsor dapat dilihat hujan yang turun terus menerus sehingga merubah struktur tanah yang mengakibatkan tanah longsor. Dengan adanya gejala yang dapat diperkirakan, maka preservasi dapat segera dilakukan yaitu semua pemindahan bahan pustaka ke dalam lemari besi yang kuat sehingga tidak dapat merusak bahan pustaka. Maka dari pada itu, pemilihan lokasi tersebut ingin dijadikan sebagai tempat penyimpanan bahan pustaka sebaiknya lokasinya tidak terletak di daerah yang rawan bencana.

2. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/ metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum). Oleh karena itu, sebagai upaya penyelamatan bahan pustaka dari bencana alam, seorang pustakawan diharapkan memiliki sikap dan pemahaman akan halhal berikut: a) Memahami daerah tempatnya bekerja, apakah di zona rawan bencana alam, dan jenis bencana alam yang kerap terjadi. Pemahaman ini akan membantu pustakawan mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan terburuk jika terjadi bencana alam. b) Memiliki konsep dan pengetahuan yang memadai tentang preservasi bahan pustaka. Pengetahuan ini mutlak karena pustakawan pasti akan selalu berurusan dengan preservasi koleksi perpustakaan. Preservasi ini juga tidak semata-mata yang berkaitan dengan bencana alam, namun juga preservasi rutin. c) Memahami dan memiliki kemampuan menerapkan manajemen risiko di perpustakaan untuk meminimalisasi kerugian yang diakibatkan bencana alam apapun. Manajemen resiko juga akan membantu pustakawan menjadi sosok yang tangguh dalam menghadapi bencana alam, karena dalam konsep tersebut otomatis diperlukan kematangan berpikir dan bertindak.
Adapun Prinsip yang Mempengaruhi Upaya Penyelamatan Bahan Pustaka dari Bencana
Alam menurut Russel dalam Naibaho 2011, ada beberapa prinsip tentang konservasi pencegahan, yaitu: Perpustakaan harus mempunyai tujuan untuk menciptakan lingkungan konservasi menyeluruh yang paling baik. 1. Ruang penyimpanan (deretan rak buku) harus dilengkapi dan dirawat untuk memastikan bahwa kondisi-kondisi dan fasilitas yang sesuai telah diberikan. 2. Semua staf perpustakaan harus dilatih untuk menangani bahan pustaka dengan cara-cara yang akan memperkecil kerusakan mekanis, dan staf harus memastikan bahwa pengguna perpustakaan menggunakan bahan pustaka secara hati-hati. 3. Pustakawan harus bekerja untuk meningkatkan kesadaran konservasi. 4. Proyek pemeliharaan mikrofilm harus didorong dan didukung di mana standard mikrofilm yang ditetapkan dipatuhi. 5. Peraturan penyelenggaran pameran harus disiapkan untuk melindungi bahan pustaka yang akan dipamerkan di (perpustakaan) dalam gedung (in-house) dan syarat-syarat untuk peminjaman bahan pustaka yang akan dipamerkan di luar institusi (perpustakaan). 6. Suatu perencanaan terhadap bencana harus disiapkan dan ditinjau dalam jangka waktu tertentu. 7. Seorang pustakawan terlatih harus ditunjuk dan diberikan wewenang untuk melaksanakan suatu program konservasi berdasarkan kepada prinsip-prinsip ini. Mengacu kepada prinsip-prinsip ini, maka jelas sekali bahwa pustakawan harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang preservasi bahan pustaka. Hal ini harus didukung pula oleh kebijakan organisasi sehingga ketika ada bencana alam, pustakawan mampu mengatasi segala kemungkinan terburuk untuk meminimalisasi dampak buruk bagi kerusakan bahan pustaka. Pengetahuan mengenai preservasi akan menggiring pustakawan kepada pengambilan keputusan yang tepat.
 

DAFTAR PUSTAKA

Naibaho, Kalarensi. 2011. Perpustakaan Pasca Bencana Alam.  http://staff.blog.ui.ac.id/ Diakses pada 8 Mei 2014.

Naibaho, Kalarensi. 2011. Perpustakaan Pasca Bencana Alam. https://staff.blog.ui.ac.id/clara/2011/08/22/perpustakaan-pasca-bencana-alam/. Diakses pada 7 April 2017.

Manajemen Resiko. 2014.  www.wikipedia.com. Diakses pada 8 Mei 2014.